1.       Sejarah Pondok Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Maros Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, da...



1.      Sejarah Pondok Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Maros
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, dalam perjalanan sejarah, pesantren telah memainkan peranan yang benar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta membina akhlak mulia.
Globalisasi ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi dewasa ini telah merambah ke seluruh lapisan masyarakat termasuk lapisan generasi muda, sehingga perlu dibekali ajaran agama dengan benar, dibekali pengetahuan yang tepat guna, dalam masyarakat seperti ini keberadaan pondok pesantren justru menjadi alternatif dalam pembangunan sumber daya manusia yang merupakan kunci utama dalam menghadapi daya saing yang semakin tinggi.
Atas kesadaran tersebut serta cita-cita luhur dan ikhlas dari Bapak (almarhum) Hadji Kalla yang kemudian ditindak lanjuti oleh putra beliau yakni Bapak H. M. Jusuf Kalla. Pada suatu hari di dalam mobil berdua AG. KH. M. Sanusi Baco, menyampaikan keinginan Hadji Kalla (almarhum) untuk mendirikan sebuah pesantren dengan bantuan dan modal awal (hibah) dari Bapak H. M. Jusuf Kalla kemudian merekomendasikan AG. KH. M. Sanusi Baco untuk memulai membangun pondok pesantren ini. Alhamdulillah atas bantuan dari bapak H. ZB. Palaguna (Gubernur Sul-Sel saat itu) dan sejumlah ulama serta cedekiawan muslim di Sulawesi Selatan, khususnya dari kalangan Nahdlatul Ulama. Didirikanlah pesantren ini yang kemudian diberi nama “Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum” yang diselenggarakan oleh Yayasan Al-Asy’ariyah Nahdiyah Makassar, lokasi pesantren berada di kelurahan Soreang – Kabupaten Maros, 33 Km dari Kota Makassar.
Pondok pesantren Nahdlatul Ulum dikembangkan melalui konsep “Management Qalbu” konsep ini bertolak dari keyakinan bahwa dengan qalbu (hati), manusia rela berkorban dan menunaikan amanah yang diembankan kepadanya dengan baik dan benar karena dorongan qalbu.[37]
2.      Visi dan Misi Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Maros
a.       Visi/Risalah
1).    Menciptakan pribadi muslim, yang mampu memahami ajaran Islam dengan benar.
2).    Menguasai ilmu pengetahuan dan teknlogi (IPTEK), dan memperatikkannya untuk syiar dan ruhul Islam.
3).    Menciptakan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, dan mampu mengamalkan ajaran Islam dengan perkembangan ilmu pengetahuan (IPTEK).
b.      Misi/Maqasid
1).    Mengembangkan keunggulan potensi zikir dan keunggulan potensi pikir.
2).    Menyiapkan insan muslim yang mampu mengembangkan keunggulan potensi daerah untuk kesejahteraan masyarakat.
3).    Mengupakayakan terciptanya santri yang mampu mempersiapkan dirinya menjadi ulama profesional yang intelektual dan intelektual profesional yang ulama.
3.      Struktur Organisasi Yayasan
a.       Pengurus Yayasan:
1).    AG. KH. M. Sanusi Baco, Lc. (Ketua Umum)
2).    Drs. M. Zein Irwanto, M. Ag. (Ketua I)
3).    Drs. H. Abd. Daud Assegaf, M. Ag. (Ketua II)
4).    Dr. H. Muammar Bakry, M A. (Sekretaris)
5).    Tabsyir Sanusi, S. S. (Bendahara)

b.      Dewan Pelindung:
1). Dr. H. M. Jusuf Kalla
2). Mayjen. TNI (Purn). H. Zainal Bakri Palaguna
3). Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH., M. SI.
4). Brigjen. TNI (Purn). H. M. Amin Syam
5). Dr. H. M. Ilham Sirajuddin, M. M
6). H. A. Nadhamuddin Amirullah
7). Hj. Fatimah Kalla

c.       Dewan Pembina:
1).    H. M. Aksa Mahmud
2).    H. M. Sattar Taba, SE
3).    Dr. Nur Taufiq Sanusi, M. Ag

d.      Dewan Pengawas:
1).    H. Amir Zaimuddin, SE., MM
2).    H. M. Irfan Sanusi.
4.   Program Pendidikan
            Mewujudkan Visi (risalah) dan Misi (maqasid) serta tujuan yang telah dirumuskan, maka Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum melaksanakan program pendidikan 12 (dua belas) tahun yang terdiri dari Madarasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (Mts), dan Madrasah Aliyah (MA), untuk Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah nantinya akan memperoleh 2 (dua) ijazah yakni ijazah nasioanl dan ijazah pesantren.
            Selain jenjang pendidikan tersebut, Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum membuka program pendidikan Thakhassus (khusus) yaitu Program Diniyah Formal (PDF), program lainnya yang merupakan ciri khas kepesantrenan seperti Bahasa Arab, Hifzil Qur’an, Kajian Kitab yang terbagi atas Qismul Awwal (Mukhtasarun Jiddan, Khullasan Nurul Yaqin, Arba’in Nabawiyah, Tawwirul Qulub, Riyadhu Shalihin, Maraqiul Ubudiyah, dll), juga kitab Al-Barazanji.
Sedangkan untuk mengembangkan bakat dan minat para santri maka Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum memberikan program pengembangan diri atau lebih dikenal dengan ekstrakurikuler. Hal ini dalam rangka menjaga keseimbangan antara aspek keilmuan dan aspek amaliyah, yang selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata menjadi ciri khas pesantren, selain fungsi tersebut juga dapat memperdalam ilmu para santri. Program ini meliputi beberapa bidang antara lain:
1).    Bidang Keagamaan: Latihan dakwah, pengajian.
2).    Bidang Kepemimpinan: Latihan kepemimpinan melalui Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum (OP3NU).
3).    Bidang Bahasa: Pengaktifan penggunaan bahasa Arab.
4).    Bidang Seni: Tilawatil Qur’an. Kaligrafi (khat), Keperamukaan, Tari, dan Drumband.
5).    Bidang Olahraga: Futsal, Tenis Meja, Volley, dan Bulu Tangkis.
6).    Bidang Pengembangan Ilmu: Pelatihan Da’I, Jurnalistik, Bedah buku, dan Majalah Dinding.
7).    Bidang Keterampilan: Menjahit/Bordir (tata busana).
5.      Sarana dan Fasilitas
            Sarana dan fasilitas pendukung dipergunakan untuk mendukung dan menunjang kegiatan belajar mengajar (KBM) serta memudahkan para santri dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang mengarah pada terwujudnya sarana dan tujuan institusi, untuk itu Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum telah mengupayakan berbagai sarana dan fasilitas, seperti:
a.       Asrama santri (termasuk asrama tahfidz dan rusunawa – 7 unit
b.      Aula pertemuan PALAGUNA – 1 unit
c.       Depot air minum – 1 unit
d.      Kantor
1).    Kantor Madrah Ibtidaiyah (MI) – 1 unit
2).    Kantor/Ruang guru Mts dan Ma – 1 unit
3).    Kantor tata usaha – 3 unit
4).    Kantor pimpinan – 1 unit
e.       Mini Market “Aminah Mart” – 1 unit
f.       Kantin – 2 unit
g.      Laundry – 1 unit
h.      Lapangan Olahraga – 4 unit
i.        Masjid “Masjid Rabiyatul Adewiyah – 1 unit
j.        Mushalla (khusus untuk santriwati -  1 unit
k.      Kendaraan/Mobil operasional – 3 unit
l.        Perpustakaan – 2 unit
m.    Ruang Kelas
1).    Madrasah Ibtidaiyah (MI)  - 4 kelas
2).    Madrasah Tsanawiyah (Mts) – 16 kelas
3).    Madrasah Aliyah (MA) – 4 kelas
4).    Kelas (PDF) -  3 kelas
n.      Ruang Keterampilan – 1 unit
o.      Ruang Kepala Kampus – 1 unit
p.      Ruanga Keamanan – 1 unit
q.      Ruang Laboratorium IPA – 1 UNIT
r.        Ruang Lab. Komputer – 2 unit
s.       Ruang Tamu -  2 unit
t.        Rumah Dinas
1).    Rumah Pimpinan – 1 unit
2).    Rumah Pembina – 5 unit
B.     Pengaruh Weblog terhadap Pengembangan Budaya Literasi di Pondok pesantren Nahdlatul Ulum
            Hasil temuan fakta mencakup kondisi literasi di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Maros Sebelum diadakannya Workshop Weblog. Menunjukkan hasil yang masih rendah sebab distribusi buku baru di luar buku pelajaran belum mencapai pada kisaran 67% dari semua genre buku yang ada, Hal itu dapat dilihat pada buku yang ada di perpustakaan “Aminah” Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum, menunjukkam buku-buku ringan dan popular (29%) dan hanya berkisar pada tahum terbit (2010-2016), sedangkan majalah dan buku-buku fiksi (23%) berkisar pada tahun terbit (2004-2005), yang lebih dominan pada rak-rak buku terbaru di perpustakaan “Aminah”  Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum  hanya buku-buku pelajaran sesuai dengan krikulum yang berlaku (48%).
                  Temuan ini semakin diperkuat dari hasil wawancara dengan penjaga perpustakaan Mu’minang, “Aminah” pada 13 oktober 2018.
            “Di perpustakaan ini, biasanya buku baru masuk di perpustakaan sekitar 2 semester, itupun kalau proposal sumbangan buku diterima, terkadang ada juga alumni yang memberikan.”
            Distribusi buku baru di perpustakaan “Aminah’ terbilang lamban, hanya berkisar pada rentang waktu 2 semester. Hal itulah yang menjadi salah satu cerminan bahwa kondisi literasi pada Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum masih rendah, walau distribusi buku pelajaran optimal, akan tetapi hal itu telah menjadi patokan umum, sebab lumrah adanya di setiap pesantren-pesantren. Sebab buku pelajaran sudah menjadi buku pegangan santri-santri dalam proses belajar, namun penunjang kemajuan literasi berpusat pada banyaknya buku-buku di luar mata pelajaran pesantren, sebab buku-buku tersebut dapat menstimulus kinerja minat baca dan tulis santri-santri.
            Kurangnya buku-buku yang terdistribusi ke perpustakaan “Aminah” dalam rentang waktu yang lama juga menyebabkan index kunjungan santri-santri ke perpustakaan pun rendah, sebab jika rujukan index membaca orang Indonesia yang dijadikan rujukan, yang mana mampu membaca buku dalam rata-rata hanya tiga sampai empat kali dalam seminggu dalam rentang waktu setiap kali membaca hanya 30-59 menit, walau secara skala internasional pun rendah, progress santri-santri yang membaca buku di perpustakaan belum pada angka itu, Ibu Mu’Minang selaku penjaga perpustakaan menegaskan bahwa “Dalam sehari santri-santri yang datang ke perpustakaan in sebanyak 20 orang, pada jam istirahat. Sedangkan pada mata pelajaran berlangsung hanya bila di tempatkan di dalam ruangan perpustakaan.”
            Jumlah 30 orang untuk kunjungan perpustakaan pondok pesantren yang berisi banyak santrinya seperti Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum masih terbilang rendah,  sebab 30 orang tersebut juga sudah mencakup peminjaman buku, hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa rata-rata santri yang berkunjung ke perpustakaan hanya sekadar mengambil buku pelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang berlangsung, sedangkan rasio santri yang benar-benar tinggal membaca buku di luar buku pelajaram 10:30, artinya dari ke-30 santri yang disebutkan penjaga perpustakaan untuk membaca buku, hanya ada 10 santri yang memang benar-benar konsen dan koheren membaca buku di dalam perpustakaan.
            Setelah diadakan “Workshop : Kelas Blogging Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum” dalam pemberian materi  kepenulisan dan weblog selama satu bulan, dari 72 santri yang mendaftar, semua peserta sharing penglaman membaca buku dan meningkat jumlah keterbacaannya dari hari ke hari, beitupun dengan kegiatan menulisnya. Padahal, yang dilakukan sebelum diadakannya workshop (94%) santri menjawab index membaca bukunya hanya berkisasr pada angka 1-5 dalam sebulan sedangkan yang menjawab 5-10 buku dalam sebulan menempati presentasi (5%).
            Meningkatnya kondisi literasi dalam upaya pengembangan budaya literasi setelah diadakan workshop weblog dapat dilihat dari partisipasi dan aktivasi para peserta dalam mengikuti aktifitas pembelajaran di dalam workshop weblog, hal itu ditandai dengan banyaknya peserta workshop weblog menuliskan karyanya sebelum workshop weblog dimulai, hasil wawancara dengan para peserta pada 13 – Oktober- 2018 pun menunjukkan bahwa “Setelah mengikuti workshop blog, saya merasa tambah rajin membaca buku di perpustakaan dan dari segi menulis saya lebih terbiasa untuk menciptakan karya-karya tulis saya.” Wawancara peserta atas nama Amir.
            “Setelah mengikuti workshop blog, saya tambah lebih banyak mempunyai imajinasi untuk aku tuliskan ke dalam karya-karya saya.” Wawancara peserta atas nama Richard.
            “Saya tambah rajin membaca dan menulis, selama diadakannya workshop blog ini, dan tulisan yang paling saya sukai adalah puisi.” Wawancara peserta atas nama Budiman.
            “Saya tambah rajin menulis cerpen, judul cerpen saya upload di weblog adalah ‘Berubah’.” Wawancara peserta atas nama Farid.
            Hasil wawancara dengan para peserta Workshop: Kelas Blogging menunjukkan bahwa para peserta sangan antusias membaca buku dan menuliskan karya-karyanya yang akan dipublish di weblog, begitupun mereka lebih sering mengunjungi perpustakaan untuk membaca buku, mencari bahan-bahan untuk karya mereka yang akan dipublish nantinya.
            Weblog menjadi wadah jurnal online untuk para santri-santri mempublikasikan karyanya dari lebih 100 naskah yang masuk 50 diantaranya sudah dibaca oleh 20.000 pengguna internet di seluruh dunia, keterbacaan itu ikut andil dalam memotivasi para peserta kelas weblog agar lebih produktif lagi, secara tidak langsung index membaca buku para santri pun ikut meningkat.
            Hasil observasi menunjukkan semakin banyak pengguna internet membaca karya peserta kelas blogging, maka semakin antusias mereka menciptakan karya-karya baru lagi di weblog, seperti cerpen Imam Ma’arif yang berjudul “Bermuka Jahat Tapi Baik” sudah dibaca oleh pengguna internet 7.324 kali, begitupun dengan cerpen Al-Imran yang berjudul “Pedagan Kambing dan Ibu-ibu” yang sudah dibaca oleh pengguna internet sebanyak 5.892 kali, serta puisi Amir Muhlisin M yang berjudul “Penjara Suci” telah dibaca oleh pengguna internet sebanyak 4.409 kali, dalam kurun waktu 2 minggu, dan tentu semua karya-karya santri lainnya, sudah mendapatkan ratusan hingga ribuan pembaca di weblog.
            Berdasarkan data dan fakta yang ditemukan, pengaruh weblog terhadap pengembangan budaya literasi sangat efektif, hal itu dapat dilihat dengan meningkatnya kegiatan menulis santri-santri semenjak mereka mengenal dan mempublikasikan karyanya di weblog. Hal itu dipengaruhi oleh weblog sebagai semi-website yang bisa diakses dimana saja dan kapan saja, membuat santri-santri merasa bermanfaat dan bermakna terhadap karya-karya mereka yang dipublikasikan di weblog.
C.     Hubungan Antara Keberadaan Media Weblog Terhadap Peningkatan Baca Tulis Santri-santri di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum
1.      Sebagai Media Publikasi
            Keberadaan weblog sebagai media publikasi online menunjang budaya literasi di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum lebih berkelanjutan dan mudah diakses di perangkat PC ataupun Mobile yang tersambung dengan jaringan internet, akibatnya budaya literasi lebih menyeseuaikan kemajuan teknologi informasi.
            Aktifitas literasi para santri pun tidah hanya berlangsung ketika mereka di dalam Pondok Pesantren. Akan tetapi, aktifitas literasi mereka juga berlangsung di luar pondok pesantren, santri-santri di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum diliburkan pada hari Jum’at, oleh karena itu mereka bergegas pulang ke rumahnya masing-masing pada sore Kamis atau yang kampung halamannya di daerah mereka berkunjung ke rumah kerabatnya yang berada di sekira Maros-Makassar.
            64% santri-santri yang ketika libur memanfaatkan untuk menulis karya, dan memantau aktifitas weblog Kelas Blogging Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum. Hal itulah yang menunjukkan hubungan antara keberadaan media weblog dapat menjadi media (online) trerhadap peningkatan literasi santri-santri.

2.      Sebagai Ekspresi Diri
            Weblog hadir sebagai jurnal online, sebagai media yang dapat menghimpun dan menyimpan semua ekspresi diri santri, baik dalam bentuk tulisan, grafis, ataupun video. Weblog hadir bukan hanya sebagai media ekspresi diri yang kaku dan stagnan. Akan tetapi, weblog menjadi wadah ekspresi diri yang menghubungkan berbagai orang di seluruh belahan dunia.
            Hasil observasi menunjukkan, para santri lebih terpacu mengekspresikan dirinya masing-masing melalui weblog, kebanyakan dari mereka mengekspresikan dirinya dalam bentuk tulisan berupa ; puisi, cerpen, dan pengalaman hidup di pesantren, sedangkan santri-santri yang mengekspresikan dirinya dalam bentuk grafis, berupa wallpaper tentang dirinya, grafis tentang perkumpulan anggota asramanya maupun logo-logo berdasarkan namanya, serta santri-santri mengekspresikan dirinya dalam bentuk video berupa keseruan-keseruan mereka mengikuti workshop : kelas blogging.
            Data itu menunjukkan weblog sangat efektif terhadap peningkatan baca tulis santri-santri di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum, dari 100 reduksi data yang ada, 78% dari mereka mengekspresikan dirinya dalam bentuk tulisan dan dari hasil bacaan yang telah mereka cerna, kemampuan mengeskpresikan dirinya tersebut akan lebih terlatih dan kauntitas karya-karya yang dihasilkan sebanding dengan kualitasnya.


3.      Sebagai Media Pengembangan Karakter
            Hakikat tujuan utama literasi yaitu untuk menciptakan karakter manusia-manusia yang berbudi pekerti luhur, berwawasan luas dan punya kepekaan sosial, tujuan utama literasi tersebut tidak bisa dicapai bila tidak ada budaya literasi yang sesuai ekosistem zaman.
            Weblog sebagai media yang dapat menunjang pengembangan karakter melalui berkembangnya budaya literasi yang sesuai kemajuan teknologi informasi, weblog juga dapat mensinkronisasi beragam pengembangan karakter, baik berupa adab, tanggung jawab, sikap kepedulian, kemandirian, dan sikap kebermasyarakatan, hal itu karena adanya sifat weblog, yang dapat meningkatkan potensi diri, baik potensi lahiriah maupun rohaniah melalui penciptaan budaya literasi yang telah teronlinesasi.

D.          Peranan Weblog Terhadap Pengembangan Budaya Literasi di Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum
         Era keterbukaan pada abad ini, memudahkan seseorang untuk mengakses berbagai informasi yang terjadi di seluruh belahan dunia, namun secanggih-cangihnya dunia teknologi informasi saat ini, selalu ada hitam dan putih dibaliknya. Oleh sebab itulah pengembangan budaya literasi di tengah-tengah banjirnya informasi online mempunyai peranan yang sangat vital untuk mewujudkan peradaban yang tidak dipelacuri kebiadaban-kebiadaban zaman.
            Kemajuan teknologi informasi haruslah berjalan beriringan dengan kemajuan budaya literasi yang dapat menyentuh proses pengembangan diri terkhusus dunia pendidikan, agar literasi dapat menyentuh ranting-ranting pendidikan sampai ke akar-akrnya, dalam 2 dasawarsa terakhir weblog berevolusi sebagai media yang tidak sebatas jurnal pribadi. Tetapi, mampu menggerakkan budaya literasi melalui konten-konten yang berkualitas yang dipublikasi.
            Hal itu terbukti melalui Workshop: Kelas Blogging Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum yang diadakan mampu meningkatkan budaya baca tulis santri-santri, peningkatan budaya literasi mereka pun tidak sampai disitu, literasi dalam jenis yang lain pun mereka meningkat, seperti berupa literasi grafis, literasi audio, literasi visual, dan literasi yang paling tinggi adalah mampunya mereka menerbitkan antologi karya-karya mereka dalam bentuk buku.
            Literasi mengandung beragam ilmu pengetahuan, seperti imajinasi, berpikir kritis, gambaran sosial yang terjadi—literasi membawa hal itu kepada gambaran umum tentang bagaimana mengembangkannya, megaktualisasikannya, dan memecahkan masalah-masalahnya, sehingga tercapailah peradaban di tengah era keterbukaan  tanpa menghilangkan nila-nilai kearifan yang telah sejak lama terpelihara.



[37] Buku Profil Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Soreang – Maros 2017.